Wednesday, December 21, 2011

ANALISA PEMBEBANAN EKSTERNAL PADA GEDUNG REAKTOR PLTN IPR-1000


by Hasriyasti Saptowati


ABSTRAK
ANALISA PEMBEBANAN EKSTERNAL PADA GEDUNG REAKTOR PLTN IPR-1000. Konstruksi bangunan nuklir  (Reaktor IPR-1000) harus diperhitungkan terhadap beban beban yang dipikul oleh struktur gedung. Beban-beban tersebut antara lain beban akibat angin, gempa,  dan beban gedung itu sendiri. Beban eksternal adalah beban yang berasal dari beban diluar gedung, sedangkan beban internal yaitu berat sendiri dan berat yang ditanggung di dalam gedung. Perhitungan pembebanan berdasarkan peraturan pembebanan untuk gedung Indonesia.

Kata kunci : Gedung, Beban, Struktur, peraturan pembebanan..


ABSTRACT
ANALYSIS OF EXTERNAL LOADING REACTOR BUILDING ON NPP IPR-1000. Construction of building nuclear (reactor IPR-1000) must be considered against the expense burden borne by the building structure. Loads include loads due to wind, earthquake, and the burden of the building itself. External load is the load that comes from outside the building load, while the internal burden of its own weight and the weight is borne on the building. Loading calculations based on the imposition of regulations for building Indonesia.

Keywords: Building, Burden, Structure, regulatory imposition
.

I.                   PENDAHULUAN

 Gedung reaktor IPR-1000 didesain dengan ketinggian 61,36    m di atas muka tanah. gedung reaktor ini mempunyai tujuh level yaitu dari level +20,27 m sampai level +91,82 m dimana masing - masing level mempunyai ketinggian rata rata 6 – 7 m disesuaikan dengan peralatan yang digunakan pada masing-masing level ruang.
Level + 20,27 sampai level + 30,48 m berada di bawah muka tanah sedangkan level + 30,48 m sampai level + 91,82 m berada di atas muka tanah. Dengan ketinggian gedung 61,44 m, karena ketinggian gedung > 40 m [  2  ] gedung mendapat banyak pengaruh pembebanan eksternal antara lain akibat gempa, angin, tornado dll. Dengan memperhitungkan beban - beban tersebut, struktur dapat didesain dengan lebih kokoh dan kuat.
Pada tulisan ini akan ditinjau dan dianalisa kekuatan struktur gedung dengan melihat bentuk atap bangunan reaktor IPR-1000 terhadap pengaruh beban ekternal.

II.            TEORI
Beton bertulang atau reinforced concrete  terdiri dari beton dan baja yang mempunyai ikatan kuat sehingga membentuk komposit. Dimana beton mempunyai kekuatan yang besar dalam menahan gaya tekan (compression) namun lemah dalam menahan gaya tarik. Bagian beton yang menahan gaya tarik akan diperkuat atau ditahan oleh baja tulangan.

II.1. Mutu Beton
Campuran atau komposisi beton yaitu terdiri dari:
-     Semen
-     Agregat halus yaitu ukuran butir ≤ 5 mm
-     Agregat kasar yaitu ukuran butir ≥ 5 mm
-     Air
-     Admixture (bahan tambahan)

Mutu beton mempunyai nilai:
f’C = 25,0   Mpa      ...............   [3]

dimana nilai modulus elastisitas beton:
            EC = 4700 v f’C = 23.500 Mpa  [3]
                       
II.2. Jenis Beton.
II.2.1. Beton Ringan (Lightweight Concrete)

Beton ringan dibuat dengan menggunakan agregat ringan atau dikombinasikan dengan agregat normal sedemikian rupa sehingga dihasilkan beton dengan berat isi yang lebih kecil (ringan) daripada beton normal. Berat isi beton ringan  mencapai 2/3 dari beton normal. Tujuan penggunaan beton ringan adalah untuk mengurangi berat sendiri struktur sehingga komponen struktur pendukungnya seperti pondasi akan menjadi lebih hemat.

II.2.2. Beton Mutu Tinggi (hight Strength Concrete)
Beton dengan kuat tekan yang lebih besar dari 40 Mpa sudah bisa dikatagorikan sebagai beton mutu tinggi. Beton ini digunakan untuk struktur yang memerlukan tingkat kepentingan tinggi misalkan bangunan yang memerlukan tingkat keamanan tinggi yaitu jembatan, reaktor, gedung tinggi.

II.2.3. Beton dengan Pengerjaan Tinggi (Hight Workability Concrete)
Beton yang pengerjaannya mempunyai tingkat kesulitan yang tinggi, yaitu mempunyai  tingkat keenceran campuran atau kemampuan mengalir. Semakin encer beton akan semakin mudah dikerjakan, tetapi encer bukan berarti diberi banyak air, makin banyak air mutu beton makin rendah. Beton yang mudah mengalir tetapi memiliki mutu yang baik seperti beton normal atau mutu tinggi. [5]


II.2.4. Beton Berat (Heavyweight Concrete)
Beton ini mempunyai berat jenis lebih besar dari beton normal yaitu antara 3300 kg/m3 sampai 3800 kg/m3. Beton berat digunakan untuk bangunan yang memerlukan shielding seperti instalasi nuklir, unit kesehatan, dan bangunan penelitian atom. Beton ini dibuat dengan menggunakan agregat berat seperti pasir besi, biji besi maupun bahan alami yang berat lainnya.


II.3. Klasifikasi Pembebanan

II.3.1.  Kelas A
Kelas A adalah kelas safety-related yang sama dengan keselamatan kelas I pada ANS. Digunakan untuk reactor coalant sistem boundary, termasuk isolasi valve yang dibutuhkan dan support-support mekanik. Kelas ini memiliki intergritas yang paling tinggi dan kemungkinan yang sangat rendah dari kebocoran. Regulasi 10 CFR 21 digunakan untuk struktur kelas A, dan termasuk seismik kategori kelas I dan codes dan standard yang sesuai dengan guidelines untuk NRC quality group A. 10 CFR 50 apendix B dan ASME codes section III kelas I. [1]

II.3.2.  Kelas B
Kelas B adalah safety related class sama dengan ANS safety kelas II. Ini membatasi kebocoran material radioaktif dari penahan menurut kecelakaan basis desain. Kelas ini dirancang untuk kondisi berikut:
·      Memberikan fission product barrier atau penahan material radioaktif primer atau isolasi.
·      Memberikan batas penahan termasuk penetrasi dan isolasi valve. Termasuk juga piping yang berfungsi sebagai pengungkung boundary. Misalnya sistem feed water dan steam di dalam pengungkung dan secondary shell dari steam generator adalah criteria kelas B. [2]
·      Mensirkulasi non pengungkung/non reactor coolant fluid yang memberikan fungsi safety related saat masuk dan keluar pengungkung. Jalur-jalur ini adalah kelas B untuk pressure boundary didalam pengungkung. Jalur-jalur di luar pengungkung di dalam sarena sirkulasi ini adalah kelas C atau non safety related class jika dilengkapi dengan pengungkung isolation valve yang sesuai.
·      Mengetahui emergensi reaksi negative yang menyebabkan reactor sub. kritikal (misal control rods).
·      Kelas ini juga digunakan untuk struktur dimana kebocoran dapat menyebabkan core coaling menjadi tidak cukup. Selama mengisolasi kebocoran kepercayaan dapat diambil untuk automatic safety related isolation dan tindakan operator yang tepat. Paling tidak tindakan operator mengindikasi safety related yang berlebihan dan diikuti alarm selama 30 menit.

Regulasi 10 CFR 21 digunakan untuk kelas B yaitu struktur yang masuk seismik Kategori kelas I dan menggunakan codes dan standard yang sesuai dengan peraturan untuk NRC quality grup B. 10 CFR 50, appendix B dan ASME code, section III, subseksi NE digunakan pada vessel pengungkung dan pipa pendukung. [2]

II.3.3.  Kelas C
Kelas C adalah safety related class yang sesuai dengan ANS safety class 3. Dipergunakan untuk fungsi safety related yang lain yang diperlukan untuk meredakan kecelakaan sesuai dengan desain dasar. Kebocoran minor akan terjadi untuk kelas C struktur dari fungsi safety related selain dari pertimbangan dosis radiasi atau sistem fungsi. Kelas ini juga digunakan untuk equipment yang mengalami kerusakan yang menyebabkan batas dosis radiasi untuk daerah umum seperti yang dijelaskan dalam 10 CFR 20, harus dilampaui atau akan menyebabkan kerugian core cooling. [1]
Regulasi 10 CFR 21 digunakan untuk kelas C struktur, kelas C struktur menggunakan standard yang sesuai dengan peraturan untuk NRC quality grup C. Kelas C struktur adalah seismik kategori I kecuali yang tercatat sebelumnya yang tidak dibutuhkan untuk melengkapi fungsi safety related untuk kejadian seismik berikutnya. 10 CFR 50, lampiran B dan ASME code, seksion III, kelas 3. [2]
Kelas C  digunakan untuk struktur yang tidak termasuk dalam kelas A dan B yang telah dirancang dan digunakan salah satu atau lebih fungsi safety related berikut:
·      Memelihara safety injection atau memelihara reactor coolant dengan baik untuk pendingin inti.
·      Memelihara inti pendingin.
·      Memelihara pendingin pengungkung.
·      Menjaga perpindahan radiasi dari pengungkung ke udara agar sesuai dengan batas dosis lingkungan.
·      Membatasi material radioaktif di atmosfir dan area di luar pengungkung agar sesuai dengan batas dosis lingkungan yang diperlukan.
·      Mengetahui reaksi negative.

II.3.4.  Kelas D
Kelas D adalah non safety related dengan beberapa tambahan persyaratan  selama pengadaan yaitu inspeksi dan monitoring. Untuk kelas D struktur yang berisi radioaktif, ditunjukkan dengan analisis conservative yang punya potensi gagal sehubungan dengan desain basis kejadian tidak menyebabkan kelebihan dosis normal offsite seperti dalam 10 CFR 20. Kriteria ini sesuai dengan definisi kelas D dalam peraturan guide 1.26. Struktur diklasifikasikan sebagai kelas D bila bekerja secara langsung mencegah gerakan sistem keselamatan pasif. Termasuk non safety related struktur di dalam kelas D mengakui bahwa sistem ini memberikan pertahanan level 1 yang membantu mengurangi resiko kemungkinan yang telah dihitung dari frekuensi melelehnya core. [1]
Struktur, sistem dan komponen umumnya digunakan untuk mendukung plant cooldown dan depressurization juga memelihara kondisi shutdown selama maintenance dan penggantian bahan bakar lama. Untuk kelas D struktur yang diperhitungkan mempunyai resiko yang berarti seperti yang ditetapkan didalam program asuransi reability. Ketentuan yang dibuat untuk mengecek kemampuan operasional, termasuk inspeksi dan pengetesan yang benar dan untuk reparasi service struktur. Ketentuan ini diadministrasikan dan didokumentasikan di dalam plant reability assurance rencana dan operasi dan prosedur perawatan.


III.           METODOLOGI
III.1. Kombinasi Pembebanan
Pembebanan Tetap : M + H
Pembebanan Sementara :
M + H + A
M + H + G
Pembebanan Khusus :
M + H + G
M + H + A + K
M + H + G + K
dimana:
M = Beban Mati, DL (Dead Load)
H = Beban Hidup, LL (Live Load)
A = Beban Angin, WL (Wind Load)
G = Beban Hidup, E (Earthquake)
K = Beban Khusus

Beban Khusus, beban akibat selisih
suhu, pengangkatan dan pemasangan, penurunan pondasi, susut, gaya rem dari keran, gaya sentrifugal, getaran mesin.

Perencanaan komponen struktural gedung direncanakan dengan kekuatan batas (ULS), maka
beban tersebut perlu dikalikan dengan faktor beban.
Pada peninjauan beban kerja pada tanah dan pondasi, perhitungan Daya Dukung Tanah
(DDT) izin dapat dinaikkan (lihat table 1). [6]

Tabel 1 : Tabel Perhitungan DDT izin.

Jenis Tanah Pondasi
Pembebanan Tetap
DDT izin
(kg/cm2) (%)
Pembebanan Sementara
kenaikan DDT izin
(kg/cm2) (%)
Keras
Sedang  Lunak
Amat Lunak
5,0
2,0 – 5,0
0,5 – 2,0
 0,0 - 0,50
 50
30
0 - 30


* Catatan 1 kg / cm2 = 98,0665 kPa (kN/m2)
Faktor keamanan (SF ) 1,5 tinjauan terhadap guling, gelincir dll.
Beban Mati, berat sendiri bahan bangunan komponen gedung
.

III.2.   Beban Bangunan

        Beban Hidup pada atap gedung, yang dapat dicapai dan dibebani oleh orang, harus diambil minimum sebesar 100 kg/m2 bidang datar.
Atap dan/atau bagian atap yang tidak dapat dicapai dan dibebani oleh orang, harus diambil yang terbesar  dari:

Beban terbagi rata air hujan
Wah = 40 - 0,8 Ī±
  ...........................    ( 1 )
dengan,
Ī±
= sudut kemiringan atap, derajat ( jika Ī± > 50o  dapat diabaikan).
Wah = beban air hujan, kg/m2
 (min. Wah atau 20 kg/m2).

            Beban terpusat berasal dari seorang pekerja atau seorang pemadam kebakaran dengan peralatannya sebesar minimum 100 kg.
Balok tepi atau gordeng tepi dari atap yang tidak cukup ditunjang oleh dinding atau penunjang lainnya dan pada kantilever harus ditinjau kemungkinan adanya beban hidup terpusat sebesar minimum 200 kg.
Beban Hidup Horizontal perlu ditinjau akibat gaya desak orang yang nilainya berkisar 5 % s/d 10 % dari beban hidup vertikal (gravitasi).
Reduksi Beban Hidup pada perencanaan balok induk dan portal (beban vertical / gravitasi), untuk memperhitungkan peluang terjadinya nilai beban hidup yang berubah-ubah, beban hidup merata tersebut dapat dikalikan dengan koefisien reduksi.

III.3. Koefisien Reduksi Beban Hidup Kumulatif

            Koefisien reduksi beban hidup kumulatif berdasarkan jumlah lantai yang dipikul seperti yang diperlihatkan pada table berikut ini.

Tabel 2: Tabel koefisien reduksi beban hidup kumulatif.

Jumlah lantai yang dipikul (n)
Koefisien reduksi yang dikalikan
kepada beban hidup kumulatif
.
1
2
3
4
5
6
7
n ≥ 8
 1,0
 1,0
 0,9
 0,8
 0,7
 0,6
 0,5
 0,4

Beban Angin, menganggap adanya tekanan positif (pressure) dan tekanan negatif/isapan (suction) bekerja tegak lurus pada bidang yang ditinjau.

Tekanan Angin:
Daerah jauh dari tepi laut, diambil minimum 25 kg/m2. [6]
Di laut dan tepi laut sampai sejauh 5 km dari pantai, diambil minimum 40 kg/m2
atau diambil dari rumus pendekatan
. [6]

p
= V2 / 16     (kg/m2) ......................   ( 2 )
dengan,
V = kecepatan angin, m/det (ditentukan instansi terkait)
.
Struktur cerobong, ditentukan dengan rumus pendekatan.

qwind
  = ( 42,5 + 0,6 * h )  ................... ( 3 )

dengan,
qwind = tekanan angin, kg/m2
h
     = tinggi total cerobong (m)
.
Tekanan tiup tersebut diatas dapat direduksi sebesar 0,5 jika dapat dijamin gedung terlindung
efektif dari suatu arah tertentu oleh gedung/bangunan lain.

III.4. Beban Gempa

-           Penentuan beban geser dasar:

       C1 * I
V = ________    W           ................     ( 4 )
          R


Dimana:
V  = beban gempa horizontal
C  = koefisien gempa
I    = koefisien keutamaan gedung
Wt = berat total gedung

-           Menentukan waktu geser alami struktur gedung

T = 0,06 H3/4

Dimana :
T = waktu geser (dalam detik)
H = tinggi gedung (dalam m )


III.5. Beban Angin
Beban angin dibagi dua yaitu : tekanan positif ( pressure) dan tekanan negatif/isap (suction).

III.5.1. Tekanan Angin
Daerah jauh dari tepi laut, minimal 25 kg/m2.
·      Di laut dan tepi laut  sampai sejauh 5 km dari pantai, minimal 40 kg/m2. Atau menggunakan rumus:

Ī” = V2 / 16   (kg/m2)      .......         ( 5 )

Dimana :
V = kecepatan angin m/dt (berdasarkan data setempat).
·      Struktur cerobong berdasarkan rumus:

qwin = (42,5 + 0,6 * h)    ........        ( 6 )

dimana:
qwin = tekanan tiup (kg/m2)
h    = tinggi cerobong (m)

III.5.2. Beban Angin Terhadap Kuat Perlu
Kuat perlu diperhitungkan dengan tujuan agar struktur memenuhi syarat kekuatan terhadap kombinasi beban, maka harus dipenuhi kekuatan dari faktor beban berikut:
1.   Kuat perlu U = beban mati D dan beban hidup L
U = 1,2 D + 1,6 L 
Ketahanan struktur terhadap beban angin W harus diperhitungkan dalam perencanaan, maka pengaruh kombinasi beban D, L dan W berikut harus memasukkan nilai U terbesar.
U = 0,75 (1,2 D + 1,6 L + 1,6 W)
Dimana kombinasi beban harus diperhitungkan kemungkinan beban hidup L yang penuh dan kosong untuk mendapatkan kondisi yang paling berbahaya yaitu :
     U = 0,9 D + 1,3 W
Dengan catatan bahwa untuk  setiap kombinasi beban D, L, W akan diperoleh kekuatan U yang tidak kurang dari 1,2 D + 1,6 L
2.   Ketahanan struktur  terhadap beban gempa E harus diperhitungkan sebagai berikut :
U = 1,05 (D + LR + E)  atau
U = 0,9 (D ± E)
     Dimana : LR adalah beban hidup yang telah direduksi.
3.   Ketahanan tekanan tanah H harus diperhitungkan dalam perencanaan, maka kekuatan yang diperlukan U minimum harus =
U = 1,2 D + 1,6 L + 1,6 H
4.   Bila pengaruh struktural T dari perbedaan penurunan, susut atau perubahan suhu mungkin menentukan dalam perencanaan maka kekuatan yang diperlukan:
U = 0,75 (1,2 D - 1,2 T + 1,6 L)

Tetapi tidak boleh kurang dari :
U = 1,2 ( D + T)


IV.          HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1. Analisa Pembebanan
-     Beban gempa yang diperhitungkan adalah beban mati ditambah beban hidup yang telah direduksi.
-     Perhitungan beban angin berdasarkan faktor di  laut  sampai sejauh 5 km dari pantai, minimal 40 kg/m2 dan beban angin terhadap kuat perlu yang merupakan  akumulasi penjumlahan beban mati dan beban hidup.

IV.2 Analisa Struktur Kuat Perlu .
-     Perencanaan ketahanan struktur merupakan pengaruh kombinasi beban mati , beban hidup dan angin dengan memperhitungkan beban hidup hingga maksimal untuk antisipasi kondisi beban ekstrim yang timbul
-     Perhitungan terhadap beban gempa harus dipertimbangkan gabungan dengan  beban hidup yang telah direduksi dan beban mati.
-     Faktor ketahanan tanah merupakan bagian dari beban  eksternal  yang perlu diperhitungkan.
-     Demikian pula untuk pengaruh struktur terhadap akibat penurunan atau penyusutan yang terjadi  akibat dari perobahan suhu.

IV.3. Analisa Koefisien Beban Angin
-     Atap Reaktor IPR-1000 didisain berbentuk kubah atau melengkung dengan sudut > 220 maka besar koefisien angin seperti gambar di bawah ini.

             - 0,6                    -  0,4
       
     - 0,5                                       -0,2
                 > 220
  



- 0,9        Bid // Angin                         - 0,4
 





Gambar 1 : Gambar distribusi besar koefisien angin pada atap / dom reaktor.


V.            KESIMPULAN
1.   Beton bertulang atau reinforced concrete  pada konstrusi Reaktor terdiri dari beton dan baja yang mempunyai ikatan kuat sehingga membentuk komposit dengan persyaratan mutu agregat dan  jenis beton berat bagi konstruksi bangunan nuklir .
2.   Klasifikasi pembebanan ditentujan  berdasarkan  tingkat keselamatan dari masing2 fungsi bangunan PLTN dan penunjangnya yang berbeda spesifikasi dan kriteria desain .
3.   Beban eksternal yang terjadi dalam merencanakan perhitungan struktur PLTN terdiri dari beban gempa berupa  beban mati ditambah beban hidup yang tereduksi .
4.   Faktor beban eksternal angin mempengaruhi terhadap kuat perlu dari akumulasi penjumlahan beban mati dan hidup.
5.   Faktor ketahanan tanah dan pengaruh penurunan susut dari struktur akibat perobahan suhu merupakan bagian dari dampak beban eksternal.

Note: Telah di publish pd Jurnal PKTN edisi Desember 2011

No comments:

Post a Comment