by Hasriyasti Saptowati
ABSTRAK
ANALISA PEMBEBANAN
EKSTERNAL PADA GEDUNG REAKTOR PLTN IPR-1000. Konstruksi bangunan nuklir (Reaktor IPR-1000) harus diperhitungkan
terhadap beban beban yang dipikul oleh struktur gedung. Beban-beban tersebut
antara lain beban akibat angin, gempa,
dan beban gedung itu sendiri. Beban eksternal adalah beban yang berasal
dari beban diluar gedung, sedangkan beban internal yaitu berat sendiri dan
berat yang ditanggung di dalam gedung. Perhitungan pembebanan berdasarkan
peraturan pembebanan untuk gedung Indonesia.
Kata kunci : Gedung, Beban, Struktur,
peraturan pembebanan..
ABSTRACT
ANALYSIS
OF EXTERNAL LOADING REACTOR BUILDING
ON NPP IPR-1000. Construction of building nuclear (reactor IPR-1000)
must be considered against the expense burden borne
by the building structure.
Loads include loads
due to wind, earthquake, and the burden of the
building itself. External load is
the load that comes from outside
the building load, while the
internal burden of
its own weight and
the weight is borne on the building. Loading
calculations based on the imposition of regulations for building Indonesia.
Keywords: Building, Burden, Structure, regulatory imposition.
I.
PENDAHULUAN
Gedung reaktor IPR-1000 didesain dengan
ketinggian 61,36 m di atas muka tanah.
gedung
reaktor
ini mempunyai tujuh level yaitu dari level +20,27 m sampai level +91,82 m
dimana masing - masing level mempunyai ketinggian rata rata 6 – 7 m disesuaikan
dengan peralatan yang digunakan pada masing-masing level ruang.
Level + 20,27 sampai level
+ 30,48 m berada di bawah muka tanah sedangkan level + 30,48 m sampai level +
91,82 m berada di atas muka tanah. Dengan ketinggian gedung 61,44 m, karena
ketinggian gedung > 40 m [ 2
] gedung mendapat banyak pengaruh pembebanan eksternal antara lain
akibat gempa, angin, tornado dll. Dengan memperhitungkan beban - beban tersebut,
struktur dapat didesain dengan lebih kokoh dan kuat.
Pada tulisan ini akan
ditinjau dan dianalisa kekuatan struktur gedung dengan melihat bentuk atap
bangunan reaktor IPR-1000 terhadap pengaruh beban ekternal.
II.
TEORI
Beton bertulang atau reinforced concrete terdiri dari beton dan baja yang mempunyai
ikatan kuat sehingga membentuk komposit. Dimana beton mempunyai kekuatan yang
besar dalam menahan gaya tekan (compression) namun lemah dalam menahan gaya
tarik. Bagian beton yang menahan gaya tarik akan diperkuat atau ditahan oleh
baja tulangan.
II.1. Mutu Beton
Campuran atau komposisi beton yaitu
terdiri dari:
- Semen
- Agregat halus yaitu ukuran butir ≤ 5 mm
- Agregat kasar yaitu ukuran butir ≥ 5 mm
- Air
- Admixture (bahan tambahan)
Mutu beton mempunyai nilai:
f’C = 25,0
Mpa ............... [3]
dimana nilai modulus elastisitas beton:
EC = 4700 v f’C
= 23.500 Mpa [3]
II.2. Jenis Beton.
II.2.1. Beton Ringan (Lightweight Concrete)
II.2.1. Beton Ringan (Lightweight Concrete)
Beton ringan dibuat
dengan menggunakan agregat ringan atau dikombinasikan dengan agregat normal
sedemikian rupa sehingga dihasilkan beton dengan berat isi yang lebih kecil
(ringan) daripada beton normal. Berat isi beton ringan mencapai 2/3 dari beton normal. Tujuan
penggunaan beton ringan adalah untuk mengurangi berat sendiri struktur sehingga
komponen struktur pendukungnya seperti pondasi akan menjadi lebih hemat.
II.2.2. Beton Mutu Tinggi (hight
Strength Concrete)
Beton dengan kuat tekan
yang lebih besar dari 40 Mpa sudah bisa dikatagorikan sebagai beton mutu
tinggi. Beton ini digunakan untuk struktur yang memerlukan tingkat kepentingan
tinggi misalkan bangunan yang memerlukan tingkat keamanan tinggi yaitu
jembatan, reaktor, gedung tinggi.
II.2.3. Beton dengan Pengerjaan Tinggi
(Hight Workability Concrete)
Beton yang pengerjaannya
mempunyai tingkat kesulitan yang tinggi, yaitu mempunyai tingkat keenceran campuran atau kemampuan
mengalir. Semakin encer beton akan semakin mudah dikerjakan, tetapi encer bukan
berarti diberi banyak air, makin banyak air mutu beton makin rendah. Beton yang
mudah mengalir tetapi memiliki mutu yang baik seperti beton normal atau mutu
tinggi. [5]
II.2.4. Beton Berat (Heavyweight Concrete)
Beton ini mempunyai
berat jenis lebih besar dari beton normal yaitu antara 3300 kg/m3
sampai 3800 kg/m3. Beton berat digunakan untuk bangunan yang
memerlukan shielding seperti instalasi nuklir, unit kesehatan, dan bangunan
penelitian atom. Beton ini dibuat dengan menggunakan agregat berat seperti
pasir besi, biji besi maupun bahan alami yang berat lainnya.
II.3. Klasifikasi Pembebanan
II.3.1. Kelas A
Kelas A adalah kelas safety-related yang sama dengan keselamatan kelas I pada ANS. Digunakan untuk reactor
coalant sistem boundary, termasuk isolasi valve yang dibutuhkan dan support-support
mekanik. Kelas ini memiliki intergritas yang paling tinggi dan kemungkinan yang
sangat rendah dari kebocoran. Regulasi 10 CFR 21 digunakan untuk struktur kelas
A, dan termasuk seismik kategori kelas I dan codes dan standard yang sesuai dengan
guidelines untuk NRC quality group A. 10 CFR 50 apendix B dan ASME codes
section III kelas I. [1]
II.3.2. Kelas B
Kelas B adalah safety related class sama dengan
ANS safety kelas II. Ini membatasi kebocoran material radioaktif dari penahan menurut
kecelakaan basis desain. Kelas ini dirancang untuk kondisi berikut:
·
Memberikan fission product barrier atau penahan material radioaktif primer
atau isolasi.
·
Memberikan batas penahan termasuk penetrasi dan isolasi valve. Termasuk
juga piping yang berfungsi sebagai pengungkung boundary. Misalnya sistem feed
water dan steam di dalam pengungkung dan secondary
shell dari steam generator adalah criteria kelas B. [2]
·
Mensirkulasi non pengungkung/non reactor coolant fluid yang memberikan
fungsi safety related saat masuk dan keluar pengungkung. Jalur-jalur ini adalah
kelas B untuk pressure boundary didalam pengungkung. Jalur-jalur di luar pengungkung
di dalam sarena sirkulasi ini adalah kelas C atau non safety related class jika
dilengkapi dengan pengungkung isolation valve yang sesuai.
·
Mengetahui emergensi reaksi negative yang menyebabkan reactor sub. kritikal (misal control rods).
·
Kelas ini juga digunakan untuk struktur dimana kebocoran dapat menyebabkan
core coaling menjadi tidak cukup. Selama mengisolasi kebocoran kepercayaan
dapat diambil untuk automatic safety related isolation dan tindakan operator
yang tepat. Paling tidak tindakan operator mengindikasi safety related yang
berlebihan dan diikuti alarm selama 30 menit.
Regulasi 10 CFR 21 digunakan untuk kelas B yaitu struktur yang masuk seismik
Kategori kelas I dan menggunakan codes dan standard yang sesuai dengan
peraturan untuk NRC quality grup B. 10 CFR 50, appendix B dan ASME code,
section III, subseksi NE digunakan pada vessel pengungkung dan pipa pendukung. [2]
II.3.3. Kelas C
Kelas C adalah safety related class yang sesuai
dengan ANS safety class 3. Dipergunakan untuk fungsi safety related yang lain
yang diperlukan untuk meredakan kecelakaan sesuai dengan desain dasar. Kebocoran minor akan
terjadi untuk kelas C struktur dari fungsi safety related selain dari
pertimbangan dosis radiasi atau sistem fungsi. Kelas ini juga digunakan untuk
equipment yang mengalami kerusakan yang menyebabkan batas dosis radiasi untuk
daerah umum seperti yang dijelaskan dalam 10 CFR 20, harus dilampaui atau akan
menyebabkan kerugian core cooling. [1]
Regulasi 10 CFR 21
digunakan untuk kelas C struktur, kelas C struktur menggunakan standard yang
sesuai dengan peraturan untuk NRC quality grup C. Kelas C struktur adalah
seismik kategori I kecuali yang tercatat sebelumnya yang tidak dibutuhkan untuk
melengkapi fungsi safety related untuk kejadian seismik berikutnya. 10 CFR 50,
lampiran B dan ASME code, seksion III, kelas 3. [2]
Kelas C digunakan untuk struktur yang tidak termasuk
dalam kelas A dan B yang telah dirancang dan digunakan salah satu atau lebih
fungsi safety related berikut:
·
Memelihara safety injection atau memelihara reactor coolant dengan baik
untuk pendingin inti.
·
Memelihara inti pendingin.
·
Memelihara pendingin pengungkung.
·
Menjaga perpindahan radiasi dari pengungkung ke udara agar sesuai dengan
batas dosis lingkungan.
·
Membatasi material radioaktif di atmosfir dan area di luar pengungkung agar
sesuai dengan batas dosis lingkungan yang diperlukan.
·
Mengetahui reaksi negative.
II.3.4. Kelas D
Kelas D adalah non safety related dengan
beberapa tambahan persyaratan selama
pengadaan yaitu inspeksi dan monitoring. Untuk kelas D struktur yang berisi
radioaktif, ditunjukkan dengan analisis conservative yang punya potensi gagal
sehubungan dengan desain basis kejadian tidak menyebabkan kelebihan dosis
normal offsite seperti dalam 10 CFR 20. Kriteria ini sesuai dengan
definisi kelas D dalam peraturan guide 1.26. Struktur diklasifikasikan sebagai kelas D bila bekerja secara
langsung mencegah gerakan sistem keselamatan pasif. Termasuk non safety related
struktur di dalam kelas D mengakui bahwa sistem ini memberikan pertahanan level
1 yang membantu mengurangi resiko kemungkinan yang telah dihitung dari
frekuensi melelehnya core. [1]
Struktur, sistem dan
komponen umumnya digunakan untuk mendukung plant cooldown dan depressurization
juga memelihara kondisi shutdown selama maintenance dan penggantian bahan bakar
lama. Untuk kelas D struktur yang diperhitungkan mempunyai resiko yang berarti
seperti yang ditetapkan didalam program asuransi reability. Ketentuan yang
dibuat untuk mengecek kemampuan operasional, termasuk inspeksi dan pengetesan
yang benar dan untuk reparasi service struktur. Ketentuan ini diadministrasikan
dan didokumentasikan di dalam plant reability assurance rencana dan operasi dan
prosedur perawatan.
III. METODOLOGI
III. METODOLOGI
III.1. Kombinasi Pembebanan
Pembebanan Tetap : M + H
Pembebanan Sementara :
Pembebanan Sementara :
M + H + A
M + H + G
Pembebanan Khusus :
M + H + G
Pembebanan Khusus :
M + H + G
M + H + A + K
M + H + G + K
M + H + A + K
M + H + G + K
dimana:
M = Beban
Mati, DL (Dead Load)
H = Beban Hidup, LL (Live Load)
A = Beban Angin, WL (Wind Load)
G = Beban Hidup, E (Earthquake)
K = Beban Khusus
H = Beban Hidup, LL (Live Load)
A = Beban Angin, WL (Wind Load)
G = Beban Hidup, E (Earthquake)
K = Beban Khusus
Beban Khusus, beban akibat selisih suhu, pengangkatan dan pemasangan, penurunan pondasi, susut, gaya rem dari keran, gaya sentrifugal, getaran mesin.
Perencanaan komponen struktural gedung direncanakan dengan kekuatan batas (ULS), maka beban tersebut perlu dikalikan dengan faktor beban.
Pada peninjauan beban kerja pada tanah dan pondasi, perhitungan Daya Dukung Tanah (DDT) izin dapat dinaikkan (lihat table 1). [6]
Tabel 1 : Tabel Perhitungan DDT izin.
Jenis Tanah Pondasi
|
Pembebanan Tetap
DDT izin (kg/cm2) (%) |
Pembebanan Sementara
kenaikan DDT izin (kg/cm2) (%) |
Keras
Sedang Lunak
Amat
Lunak
|
5,0
2,0
– 5,0
0,5 – 2,0
0,0 - 0,50
|
50
30 0 - 30 |
*
Catatan 1 kg / cm2
= 98,0665 kPa (kN/m2)
Faktor keamanan (SF ) 1,5 tinjauan terhadap guling, gelincir dll.
Beban Mati, berat sendiri bahan bangunan komponen gedung.
Faktor keamanan (SF ) 1,5 tinjauan terhadap guling, gelincir dll.
Beban Mati, berat sendiri bahan bangunan komponen gedung.
III.2. Beban Bangunan
Beban Hidup pada atap gedung, yang dapat
dicapai dan dibebani oleh orang, harus diambil minimum
sebesar 100 kg/m2 bidang datar.
Atap
dan/atau bagian atap yang tidak dapat dicapai dan dibebani oleh orang, harus
diambil yang terbesar dari:
Beban terbagi rata air hujan
Wah = 40 - 0,8 Ī± ........................... ( 1 )
dengan,
Ī± = sudut kemiringan atap, derajat ( jika Ī± > 50o dapat diabaikan).
Wah = beban air hujan, kg/m2 (min. Wah atau 20 kg/m2).
Beban terpusat berasal dari seorang pekerja
atau seorang pemadam kebakaran dengan peralatannya
sebesar minimum 100 kg.
Balok
tepi atau gordeng tepi dari atap yang tidak cukup ditunjang oleh dinding atau penunjang
lainnya dan pada kantilever harus ditinjau kemungkinan adanya beban hidup terpusat
sebesar minimum 200 kg.
Beban Hidup Horizontal perlu ditinjau akibat
gaya desak orang yang nilainya berkisar 5 % s/d
10 % dari beban hidup vertikal (gravitasi).
Reduksi
Beban Hidup pada perencanaan balok induk dan portal (beban vertical / gravitasi), untuk memperhitungkan
peluang terjadinya nilai beban hidup yang berubah-ubah, beban hidup
merata tersebut dapat dikalikan dengan koefisien reduksi.
III.3. Koefisien
Reduksi Beban Hidup Kumulatif
Koefisien reduksi beban hidup kumulatif
berdasarkan jumlah lantai yang dipikul seperti yang diperlihatkan pada table
berikut ini.
Tabel 2: Tabel koefisien reduksi
beban hidup kumulatif.
Jumlah lantai yang dipikul (n)
|
Koefisien reduksi yang dikalikan
kepada beban hidup kumulatif. |
1
2 3 4 5 6
7
n ≥ 8
|
1,0
1,0 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5
0,4
|
Beban
Angin, menganggap adanya tekanan positif (pressure) dan tekanan negatif/isapan (suction)
bekerja tegak lurus pada bidang yang ditinjau.
Tekanan Angin:
Daerah jauh dari tepi laut, diambil minimum 25
kg/m2. [6]
Di laut dan tepi laut sampai sejauh 5 km dari
pantai, diambil minimum 40 kg/m2
atau diambil dari rumus pendekatan. [6]
atau diambil dari rumus pendekatan. [6]
p = V2 / 16 (kg/m2) ...................... ( 2 )
dengan,
V = kecepatan angin, m/det (ditentukan instansi terkait).
Struktur
cerobong, ditentukan dengan rumus pendekatan.
qwind = ( 42,5 + 0,6 * h ) ................... ( 3 )
dengan,
qwind = tekanan angin, kg/m2
h = tinggi total cerobong (m)
h = tinggi total cerobong (m)
.
Tekanan tiup tersebut diatas dapat direduksi sebesar 0,5 jika dapat dijamin gedung terlindung efektif dari suatu arah tertentu oleh gedung/bangunan lain.
Tekanan tiup tersebut diatas dapat direduksi sebesar 0,5 jika dapat dijamin gedung terlindung efektif dari suatu arah tertentu oleh gedung/bangunan lain.
III.4. Beban Gempa
-
Penentuan beban geser dasar:
C1 *
I
V = ________
Wt ................ ( 4 )
R
Dimana:
V = beban gempa horizontal
C = koefisien gempa
I = koefisien keutamaan gedung
Wt = berat total gedung
-
Menentukan waktu geser alami struktur gedung
T = 0,06 H3/4
Dimana :
T = waktu geser (dalam detik)
H = tinggi gedung (dalam m )
III.5. Beban Angin
III.5. Beban Angin
Beban angin dibagi dua
yaitu : tekanan positif ( pressure) dan tekanan negatif/isap (suction).
III.5.1. Tekanan Angin
Daerah jauh dari tepi laut, minimal 25 kg/m2.
· Di laut dan tepi laut sampai sejauh
5 km dari pantai, minimal 40 kg/m2. Atau menggunakan rumus:
Ī” = V2 / 16
(kg/m2) ....... ( 5 )
Dimana :
V = kecepatan angin m/dt (berdasarkan data setempat).
· Struktur cerobong berdasarkan rumus:
qwin = (42,5 + 0,6 * h) ........ (
6 )
dimana:
qwin = tekanan tiup (kg/m2)
h = tinggi
cerobong (m)
III.5.2. Beban Angin Terhadap Kuat Perlu
Kuat perlu diperhitungkan dengan tujuan agar struktur memenuhi syarat
kekuatan terhadap kombinasi beban, maka harus dipenuhi kekuatan dari faktor
beban berikut:
1.
Kuat perlu U = beban mati D dan beban hidup L
U = 1,2 D + 1,6 L
Ketahanan struktur
terhadap beban angin W harus diperhitungkan dalam perencanaan, maka pengaruh
kombinasi beban D, L dan W berikut harus memasukkan nilai U terbesar.
U = 0,75 (1,2 D + 1,6 L + 1,6 W)
Dimana kombinasi beban harus diperhitungkan kemungkinan beban hidup L yang
penuh dan kosong untuk mendapatkan kondisi yang paling berbahaya yaitu :
U =
0,9 D + 1,3 W
Dengan catatan bahwa untuk setiap
kombinasi beban D, L, W akan diperoleh kekuatan U yang tidak kurang dari 1,2 D
+ 1,6 L
2. Ketahanan struktur terhadap beban
gempa E harus diperhitungkan sebagai berikut :
U = 1,05 (D + LR + E) atau
U = 0,9 (D ± E)
Dimana : LR adalah
beban hidup yang telah direduksi.
3.
Ketahanan tekanan tanah H harus diperhitungkan dalam perencanaan,
maka kekuatan yang diperlukan U minimum harus =
U = 1,2 D + 1,6 L + 1,6
H
4. Bila pengaruh struktural T dari perbedaan penurunan, susut atau perubahan
suhu mungkin menentukan dalam perencanaan maka kekuatan yang diperlukan:
U = 0,75 (1,2 D - 1,2 T
+ 1,6 L)
Tetapi tidak boleh
kurang dari :
U = 1,2 ( D + T)
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1. Analisa Pembebanan
- Beban gempa yang diperhitungkan adalah beban mati ditambah beban hidup yang
telah direduksi.
- Perhitungan beban angin berdasarkan faktor di laut
sampai sejauh 5 km dari pantai, minimal 40 kg/m2 dan beban
angin terhadap kuat perlu yang merupakan
akumulasi penjumlahan beban mati dan beban hidup.
IV.2 Analisa Struktur Kuat Perlu .
- Perencanaan ketahanan struktur merupakan pengaruh kombinasi beban mati ,
beban hidup dan angin dengan memperhitungkan beban hidup hingga maksimal untuk
antisipasi kondisi beban ekstrim yang timbul
- Perhitungan terhadap beban gempa harus dipertimbangkan gabungan dengan beban hidup yang telah direduksi dan beban
mati.
- Faktor ketahanan tanah merupakan bagian dari beban eksternal
yang perlu diperhitungkan.
- Demikian pula untuk pengaruh struktur terhadap akibat penurunan atau
penyusutan yang terjadi akibat dari
perobahan suhu.
IV.3. Analisa Koefisien Beban Angin
- Atap Reaktor IPR-1000 didisain berbentuk kubah atau melengkung dengan sudut
> 220 maka besar koefisien angin seperti gambar di bawah ini.
- 0,6 - 0,4
- 0,5 -0,2
> 220
- 0,9 Bid // Angin - 0,4
Gambar 1 : Gambar
distribusi besar koefisien angin pada atap / dom reaktor.
V. KESIMPULAN
1. Beton bertulang atau reinforced
concrete pada konstrusi Reaktor
terdiri dari beton dan baja yang mempunyai ikatan kuat sehingga membentuk
komposit dengan persyaratan mutu agregat dan jenis beton berat bagi konstruksi bangunan
nuklir .
2. Klasifikasi pembebanan ditentujan
berdasarkan tingkat keselamatan
dari masing2 fungsi bangunan PLTN dan penunjangnya yang berbeda spesifikasi dan
kriteria desain .
3. Beban eksternal yang terjadi dalam merencanakan perhitungan struktur PLTN
terdiri dari beban gempa berupa beban
mati ditambah beban hidup yang tereduksi .
4. Faktor beban eksternal angin mempengaruhi terhadap kuat perlu dari
akumulasi penjumlahan beban mati dan hidup.
5. Faktor ketahanan tanah dan pengaruh penurunan susut dari struktur akibat
perobahan suhu merupakan bagian dari dampak beban eksternal.
No comments:
Post a Comment