Tuesday, December 20, 2011

ANALISA KERETAKAN


by Hasriyasti Saptowati

ABSTRAK
ANALISA KERETAKAN PADA GEDUNG 16 PTAPB YANG DIRENOVASI UNTUK NTC. Terdapatnya keretakan  yang melampaui batas pada struktur beton pada gedung 16  dapat menimbulkan bahaya korosi pada tulangan baja. Bila korosi dibiarkan akan mengurangi kekuatan struktur, untuk itu dilakukan evaluasi atau analisa keretakan disertai solusi perbaikan sebelum digunakan sebagai gedung pusat pelatihan nuklir . Analisa keretakan berdasarkan peraturan pembebanan untuk gedung di  Indonesia.

Kata kunci : Lebar Retak, Gedung, Korosi, Kekuatan Struktur.

ABSTRACT
ANALYSIS OF RIFT IN BUILDING 16 PTAPB WITH RENOVATED FOR NTC. The presence of cracks which exceed the limits on the concrete structure on the building 16 can pose a danger of corrosion on steel reinforcement. If the corrosion is left will reduce the structural strength, for it to do an evaluation or analysis of cracks is accompanied repair solution before being used as a nuclear training center building. Analysis of cracks under the building based on  regulations for the imposition in Indonesia.

Key words: Cracks, Building, Corrosion, Strenght Structure.


I.                   PENDAHULUAN

 Gedung 16 PTAPB Yogyakarta yang akan digunakan sebagai alternatif disain gedung Pusat Pelatihan Nuklir  (Nuclear Training Centre / NTC) haruslah dievaluasi kondisi struktur bangunannya. Karena umur gedung yang sudah tua dan perubahan fungsi dari gedung tersebut mengakibatkan keretakan. Keretakan yang terjadi pada gedung diakibatkan antara lain  karena beban yang bekerja melebihi beban rencana, adanya beban eksternal yang tidak diperhitungkan dalam perencanaan misalnya beban gempa.

Penurunan kualitas bangunan juga dapat mengakibatkan keretakan yang ditimbulkan oleh pengaruh gaya yang bekerja dari luar atau dari dalam komponen bangunan itu sendiri.
Pada tulisan ini akan ditinjau dan dilakukan solusi dari hasil analisa kekuatan struktur gedung akibat keretakan yang terjadi.

II.            TEORI

Bangunan sejak awal perencanaan, pelaksanaan hingga masa pakainya berkemungkinan untuk mengalami kerusakan yang diakibatkan beberapa faktor antara lain: faktor umur, kondisi tanah, beban angin, gempa, longsor, beban hidup, kualitas bahan, kualitas perencanaan, kesalahan pelaksanaan, perubahan fungsi dan bentuk bangunan.
Beton bertulang atau reinforced concrete  terdiri dari beton dan baja yang mempunyai ikatan kuat sehingga membentuk komposit. Dimana beton mempunyai kekuatan yang besar dalam menahan gaya tekan (compression) namun lemah dalam menahan gaya tarik. Bagian beton yang menahan gaya tarik akan diperkuat atau ditahan oleh baja tulangan.

II.1. Faktor Umur Bangunan

            Dengan bertambahnya usia bengunan mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas dan kemampuan untuk menahan beban dan pengaruh alam atau beban eksternal lainnya.
            Gaya yang bekerja seperti momen, tegangan maupun regangan akan terjadi dan bekerja terus menerus sepanjang usia banunan. Pengaruh gaya dalam jangka panjang dapat menimbulkan creep. Getaran yang terjadi  secara terus menerus dapat mengakibatkan fatigue  terhadap bahan bangunan. Pengaruh gesekan yang terus menerus juga mengakibatkan aus pada komponen bangunan
                       
II.2. Faktor Kondisi Tanah

            Kondisi tanah mempunyai pengaruh besar terhadap stabilitas bangunan. Penurunan bangunan atau settlement disebabkan pemilihan jenis pondasi yang tidak sesuai dengan kondisi tanah.[1]
            Perubahan kadar air tanah akibat perubahan musim dan tekanan air tanah yang tinggi dapat menimbulkan tegangan yang besar pada strukur bawah.

II.3. Faktor Angin

Beban angin dapat mengakibatkan gaya tekan atau gaya tarik pada bangunan simetris dan gaya puntir atau torsi pada bangunan asimetris. Makin tinggi bangunan gaya yang ditimbulkan oleh angin makin besar.
Karena itu perlu diketahui atau dipelajari perilaku angin disuatu daerah, sehingga dapat dihitung secara cermat baik bentuk maupun ketinggian bangunan. [5]

II.4. Faktor Gempa

            Gempa yang berbahaya bagi bangunan yaitu gempa yang diakibatkan oleh pergerakan kulit bumi atau disebut gempa tektonik. Sementara pada saat Merapi meletus yang berakibat gempa vulkano berdampak pada struktur bangunan gedung 16.
 Faktor gempa yang harus diperhitungkan karena gaya gempa yang akan bekerja mendatar pada setiap elevasi lantai bangunan disebut dengan gaya lateral. Secara teknis getaran gempa yang sampai pada bangunan disebut parameter waktu getar (predominant period), kecepatan (velocity) dan percepatan (acceleration).[5]
            Berdasarkan riwayat kegempaan di Indonesia, maka BMG mengeluarkan peta resiko kegempaan di seluruh Indonesia seperti dijelaskan pada gambar 1 sampai dengan gambar 4 yang menerangkan wilayah yang berpotensi gempa maupun tsunami baik yang pernah terjadi dan yang bepotensi. Besarnya gempa yang pernah terjadi dengan besaran dalam gravitasi juga diperlihatkan pada gambar 3. [7]
  
II.5. Faktor Kualitas Bahan

Kualitas akhir dari suatu bangunan akan sangat ditentukan oleh kualitas dari masing-masing bahan yang digunakan. Bahan bangunan kualitasnya tergantung dari proses pembentukan dan komposisi mineral yang dikandungnya. Pemilihan kualitas bangunan yang dipakai harus ditentukan berdasarkan tujuan penggunaan.
Bangunan industri yang rentan terhadap zat polutan memerlukan kualitas beton dengan kepadatan yang tinggi dan bahan semen yang mampu menahan zat reaktif. Untuk itu diperlukan pemilihan agregat dan kadar air yang tepat untuk mendapatkan kepadatan yang diperlukan.

II.6. Faktor Perencanaan

            Kesalahan dalam penentuan asumsi-asumsi akan mengakibatkan kerusakan bangunan baik pada saat pelaksanaan maupun selama masa pakai. Untuk itu diperlukan perhitungan yang cermat dengan penggunaan program-program yang handal. Kesalahan dalam memasukkan data data awal akan berakibat fatal.

II.7. Faktor Pelaksanaan

            Kesalahan pelaksanaan terjadi pada waktu pengawasan pelaksanaan pembangunan yang tidak sesuai dengan aturan dalam KAK dan spesifikasi bahan sesuai perencanaan.
            Kesalahan ini menyebabkan kesalahan pemberian gaya prategang dapat memberikan pengaruh yang merugikan pada bangunan dengan timbulnya retakan yang mengurangi kemampuan untuk menerima beban – beban yang bekerja. Walaupun retakan kecil namun dalam jangka waktu lama akan dipengaruhi udara reaktif sehingga dapat mengakibatkan terjadinya proses korosi.
            Selain itu kesalahan – kesalahan lain yang merugikan pada waktu pelaksanaan yaitu :
-     Cara pengelasan sambungan -sambungan.
-     Pemasangan tulangan atau tulang beton.
-     Cara pemasangan dan pengecoran balok dan kolom beton.
-     Cara penyambungan pipa.
-     Pemasangan bata.
-     Proses pengecatan.
-     Proses pemlesteran.

II.8. Faktor Fungsi / Bentuk Bangunan

            Perubahan fungsi yang tidak sesuai dengan disain atau perubahan perencanaan awal misalnya:
-     Bangunan perumahan yang dirubah menjadi pertokoan atau bangunan industri.
-     Bangunan yang direncanakan 2 tingkat menjadi 3 tingkat.
-     Hal ini dapat pula terjadi bila ada perubahan fungsi ruang, misalnya ruang rapat atau ruang kerja berubah menjadi ruang perpustakaan. Dalam hal ini beban ruang perpustakaan tidak diperhitungkan dalam perencanaan, perubahan ini mempengaruhi terhadap beban yang bekerja yang dapat mengakibatkan keretakan pada balok lantai atau plat lantai.

III. METODOLOGI

III.1. Metode Pemeriksaan

        Membuat prosedur dan langkah-langkah pemeriksaan untuk mengoptimalkan fungsi sesuai dengan kebutuhan atau rencana yang telah ditetapkan berdasarkan ketahanan setiap komponen bahan yang digunakan.
       Jenis pemeriksaan dan periode ulang pemeriksaan yang diperlukan ditentukan oleh berat atau ringannya pemeliharaan yang dilakukan. Untuk itu diperlukan suatu prosedur pemeriksaan agar mencapai sasaran yang diinginkan sesuai tingkat kerusakan bangunan.
Beberapa metode pemeriksaan yang tidak merusak (NDT) antara lain: [6]
-     Pemeriksaan tulangan atau baja dengan menggunakan radiography, untuk mendeteksi retakan atau mutu pengelasan.
-     Pemeriksaan regangan dan lendutan pada baja, dilakukan dengan menggunakan dial gauge atau electric strain gauge digital.
-     Pemeriksaan korosi pada baja dengan cara visual, sedangkan untuk tulangan menggunakan portable corrosion meter. Besarnya nilai korosi dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1 : Tabel Persyaratan Laju Korosi


< - 200 mV
90 % tidak terjadi aktivitas korosi

- 200 mV s/d
350 mV
Ada dan tidak ada aktivitas korosi ( 50 % & 50 % )

> 350 mV
90 % terjadi aktivitas korosi

-     Pengujian kuat tekan dan retakan pada permukaan beton, dengan menggunakan schmid’s hammer test.
-     Pengujian kuat tekan beton, dengan menggunakan alat penetrasi windsor probe.
-     Pemeriksaan mutu kuat tekan beton dengan menggunakan UPV (ultrasonic pulse velocity). Semakin cepat pulsa merambat pada beton semakin tinggi kualitas beton tersebut yang diterangkan pada rumus berikut ini:

V = L / T    x    106     ..................   ( 1 )

Dimana :
V = kecepatan rambatan pulsa
L = jarak lintasan pengukuran
T = waktu tempuh rambatan

            Di dalam meng-interpretasikan hasil pengukuran kecepatan rambatan gelombang ultrasonic diberikan seperti pada tabel 2 yaitu hubungan antara  kecepatan rambatan gelombang dengan kualitas beton.

Tabel 2 : Tabel Hubungan antara Kecepatan Rambat Gelombang dengan Kualitas Gelombang.

Longitudinal Pulse Velocity  ( km / dt )
Kualitas Beton
> 4.5
Sangat baik
3.5 – 4.5
Baik
2.0 – 3.5
Kurang baik
2.0 – 3.0
Buruk
<2.0
Sangat buruk




v Pengukuran kuat tekan beton

           10.2 R + 223 V - 960
fc’ =    —————————————  ...........  ( 2 )   
                   10


v Pengukuran kedalaman retakan

                   T1
h = Lu     (  —— )2  - 1   ..............        ( 3 )
                    T2

Dimana :
h = perkiraan ketebalan retakan
L = jarak lintasan
T1 = waktu tempuh melintasi beton yang retak
T2 = waktu tempuh pada beton yang tidak rusak


v Pengukuran penurunan mutu beton

      L          1- T1/T2
t =     ( ——————  )        .............  ( 4 )
      2          1+ T1/T2

Dimana :
t     = perkiraan ketebalan retakan
L    = jarak lintasan
T1  = waktu tempuh melintasi beton yang retak
T2 = waktu tempuh pada beton yang tidak rusak

III.2. Metode Perbaikan

            Penyebab kerusakan yang terjadi pada komponen beton sangatlah luas, sehingga penggunaan bahan dan metode kerja harus disesuaikan dengan tipe dan jenis kerusakan. Di bawah diberikan beberapa contoh metode perbaikan. [6]

Tabel 3 : Tabel Prinsip dan Metode Perbaikan Beton.

NO
PRINSIP
CONTOH
1
Terhadap kebocoran
-    Perendaman permukaan
-    Pelaburan permukaan
-    Pengisian retakan
2
Terhadap kelembaban
-    Perendaman dg dydrophobic
-    Pelaburan permukaan
-    Membuat perisai pelindung
3
Restorasi beton
-    Pelapisan mortar
-    Pengecoran beton
-    Penyemprotan beton
4
Perkuatan struktur
-    Pelapisan dengan penulangan
-    Penambahan tulangan
-    Pengikatan dengan plat baja
-    Injeksi retakan
5
Peningkatan ketahan fisik
-    Pelapisan atau Pelaburan
-    perendaman
6
Peningkatan ketahan terhadap kimia
-    Pelaburan atau pelaburan






III.3. Metode Pemeliharaan

            Maksud dari pemeliharaan adalah mempertahankan kualitas suatu bahan atau konstruksi pada suatu bangunan. Tujuan pemeliharaan untuk mencapai umur  pakai dan atau memperpanjang umur bahan atau konstruksi bangunan sehingga dapat meningkatkan fungsi dan kekuatan.
            Penggunaan bahan yang berkualitas rendah dapat menurunkan umur pakai dan menaikkan biaya pemeliharaan.

IV.      HASIL DAN PEMBAHASAN


IV.1. Perbaikan Retakan

-       Setelah dilakukan pemeriksaan terdapat beberapa kerusakan baik retak rambut maupun retak struktur.
-       Untuk retakan yang kecil atau disebut retak rambut dapat dilakukan dengan melakukan injeksi.
-       Retak rambut ini terjadi pada bagian dinding bukan struktur.
-       Membersihkan retakan dari unsur kontaminasi.
-       Celah retak harus ditutupi agar bahan epoxy tidak bocor dan keluar sebelum berubah menjadi gel.
-       Permukaan dapat dilapisi dengan bahan epoxy, polyester atau bahan lain.
-       Pekerjaan injeksi ke dalam retakan dengan perekat epoxy.

IV.2. Pengisian Retakan dengan   Grouting

-       Bahan campuran grouting dapat terdiri dari semen-air atau semen-pasir-air tergantung pada lebar retakan.
-       Untuk pekerjaan grouting yang menggunakan pompa mesin, tekanan pada mesin harus dipertahankan atau konstan bila retak telah terisi agar terjadi penetrasi.
-       Bahan grouting kimia terdiri dari dua atau lebih gabungan bahan kimia seperti uretan, sodium silikat, acrylomides sehingga terbentuk gel, busa, lapisan padat. Ukuran retak yang dapat diisi dengan dengan bahan grout kimia adalah < 0,05 mm. Metode ini dapat digunakan untuk berbagai kondisi kecuali lembab, waktu pembentukan gel yang lama dapat digunakan pada fraktur yang kecil. Kekurangan dari metode ini diperlukan ketrampilan yang tinggi dan kekuatan yang rendah.

IV.3. Perbaikan Retakan dengan Dry Packing

-       Perbaikan ini menggunakan kadar air-semen yang rendah, sehingga menghasilkan penyusutan rendah, kedap air, kuat dan awet.
-       Metode ini menghasilkan lekatan yang baik antara beton yanglama dengan mortar yang baru.
-       Penggunaan metode ini  untuk perbaikan retak mati dan tidak disarankan untuk retak aktif. Sebelum retak diperbaiki, retak bagian atas harus diperbesar menjadi 25 mm dalamnya.

IV.4. Perbaikan Retakan dengan Pelapisan Permukaan Beton

-       Perbaikan dilakukan dengan mengisi permukaan dengan bahan yang tidak menyusut dan cepat mengering atau mengeras.
-       Perbaikan dapat dilakukan dengan cara manual maupun mesin (nozzle).
-       Pelapisan menggunakan larutan premix untuk menyatukan permukaan beton lama dengan campuran mortar yang akan diberikan.

V.  KESIMPULAN

1.      Bahan atau konstruksi akan mengalami penurunan kualitas sesuai dengan lamanya waktu yang dicapai.
2.      Pemeliharaan harus dilakukan secara terencana dan berkala sesuai dengan spesifikasi bahan yang dipakai dan disesuaikan dengan kondisi lingkungan dan iklim yang mempengaruhi selama masa pakai.
3.      Pemilihan spesifikasi mutu bahan dan mutu pelaksanaan pekerjaan yang tinggi /terbaik, relatif memiliki umur yang lebih panjang atau minimal mengurangi besarnya kerusakan.
4.      Pekerjaan perbaikan baru dapat dilakukan setelah diketahui dan dievaluasi dengan  tepat penyebab kerusakan  konstruksi .



Notes : telah di publish pd Jurnal PKTN edisi Desember 2011

No comments:

Post a Comment